Nenek moyangku orang pelaut,
gemar mengarung luas samudra,
menerjang ombak tiada takut,
menempuh badai sudah biasa
Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari 3 kota dan 21 kabupaten. Provinsi Sulawesi Selatan berbatasan di bahagian Utara dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, lalu di sebelah Timur dengan Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara , dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Flores serta Selat Makassar di sebelah Barat.
Dengan luas wilayah sekitar 45.764,53 km², Provinsi Sulawesi Selatan memiliki begitu banyak potensi daerah, baik dalam wujud fisik ataupun non fisik, seperti sumber daya alam, sumber daya hutan serta sumber daya social dan sebagainya. Dari sekian banyak potensi daerah yang ada, kali ini saya ingin berbagi dengan sahabat-sahibit blogger se-dunia, tentang salah satu potensi daerahyang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yang sepertinya kurang mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia, namun sangat terkenal di manca negara.
Adapun potensi yang saya maksud itu bisa kita temukan di Kabupaten Bulukumba, yang jaraknya kurang lebih 153 kilometer dari Kota Makassar. Tepatnya di kelurahan Tana Beru, kecamatan Bonto Bahari. Kelurahan Tanah Beru ini telah dinyatakan sebagai Kawasan Industri Kapal Rakyat oleh pemerintah. Di sini kalian bisa melihat aktifitas hampir sebagian besar penduduknya bergiat dalam usaha membuat kapal/perahu dengan bahan dari kayu, yang kemudian perahu dan kapalnya terkenal dengan sebutan Kapal Phinisi atau Perahu Phinisi.
Kapal Phinisi atau Perahu Phinisi, adalah kapal/perahu asli khas Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Umumnya kapal/perahu ini memiliki dua tiang layar utama serta tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, serta dua di belakang. Sejarah mencatat kapal/perahu phinisi ini telah berlayar menjelajah hingga ke Burma, Malaka, Vietnam dan Australia. Kapal/perahu Phinisi juga telah menjelajahi semua kepulauan Nusantara dan saat ini sahabat-sahibit blogger sedunia bisa melihat kapal/perahu phinisi bersandar di pelabuhan Sunda Kelapa – Jakarta, Labuhan Bajo – Flores, Dermaga Ujung – Surabaya, di dermaga bongkar muat kayu – Kalimantan, serta di Pelabuhan Paotere – Makassar.
Kabupaten Bulukumba memang terkenal sebagai Kabupaten Pembuat Perahu/Kapal Phinisi, tak heran bila kabupaten ini mendapat julukan sebagai “Butta Panrita Lopi”. Jarak dari ibukota Bulukumba ke Tana Beru, sekitar 23 kilometer. Kawasan Industri Kapal Rakyat ini bisa dicapai setelah menempuh perjalanan sekitaran empat jam dari Kota Makassar. Saat memasuki kawasan Tana Beru, akan terlihat beraneka perahu dan kapal dengan berbagai ukuran, baik yang sudah selesai ataupun yang sementara dalam pengerjaan, berjejer memenuhi hampir seluruh pesisir pantai Tana Beru.
Kayu-kayu bahan pembuatan kapal/perahu terlihat menumpuk di sekitar pembuatan kapal/perahu tersebut. Material kayu yang digunakan sebagai bahan pembuat kapal/perahu phinisi biasanya adalah kayu Bitti, kayu Katonde, kayu Besi dan kayu Welengreng. Semua jenis kayu-kayu tersebut terkenal sangat kuat serta tahan air. Sebagian dari kayu-kayu itu didatangkan dari Sulawesi Tenggara.
Potensi yang ada di Kawasan Industri Kapal Rakyat, Tana Beru ini sebenarnya sangatlah lengkap, hampir semua unsur ada di dalamnya, baik itu berupa potensi sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya sosial, seni budaya dan pariwisata. Namun sungguh sayang, karena berbagai potensi yang ada tidak dieksploitasi secara maksimal oleh pemerintah, terlebih lagi oleh pemerintah daerah setempat. Secara kasat mata terlihat kawasan ini seolah-olah tidak dimaksudkan untuk menjadi salah satu ikon wisata Sulawesi Selatan pada umumnya dan Kabupaten Bulukumba secara khusus.
Mulai dari pintu gerbang yang sudah tidak terawat, hingga masuk ke dalam lokasi kawasan melalui jalan kecil yang hanya bisa dilalui oleh sebuah mobil, jadi kalau berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan, salah satu harus mengalah, keluar dari jalan. Dukungan infrastruktur yang memadai memang belum terlihat di Tana Beru ini, padahal kawasan ini memiliki keindahan alam pantai yang luarbiasa, pasir yang putih, lautan yang biru dan penduduk yang ramah serta tentunya pembuatan kapal/perahu phinisi dengan peralatan tradisionil menjadi salah satu aktraksi wisata yang memikat mata para turis lokal maupun manca negara.
Di Tana Beru, kalian bisa memesan kapal atau perahu ukuran apa saja, mulai dari perahu kecil dengan kapasitas muat 1-4 orang, hingga kapal penumpang atau kapal kargo dengan bobot sekitar 200 ton. Tentunya harganya juga bervariasi, tergantung berapa lama dibuat dan berapa kapasitas bobot kapal/perahunya. Pembuatan sebuah perahu/kapal bisa memakan waktu dari bulanan hingga tahunan. Semakin besar bobotnya, maka pembuatannya juga akan semakin lama, dan harganya juga akan semakin mahal. Untuk kapal dengan bobot sekitar 200 ton, harganya bisa mencapai 4 hingga 5 milyar lebih.
Konon kabarnya, tradisi pembuatan perahu di Tana Beru- Bulukumba ini sudah ada sejak abad ke 19, namun menurut literature kuno dalam buku “I La Galigo”, tradisi pembuatan kapal atau perahu phinisi sudah ada sejak abad ke 14. Adapun pengetahuan tentang teknik pembuatan Kapal/Perahu Phinisi tidak diperoleh dari pendidikan umum, namun pengetahuan itu diturunkan dari generasi ke generasi. Gambar rancangan atau catatan tertulis dalam kertas untuk membuat kapal Pinisi tidak berlaku untuk pembuatan kapal/perahu phinisi, semua detail gambar dan rancangan Pinisi hanya mengandalkan apa yang ada dalam kepala masyarakat Tana Beru yang berprofesi sebagai pembuat kapal/perahu phinisi.
Dan bagi masyarakat Tana Beru ada prosesi adat yang harus dilalui sebelum pembuatan sebuah Kapal atau Perahu Phinisi dilakukan. Mereka menyebut prosesi adat itu dengan sebutan “Ruling”, yakni tata cara adat istiadat untuk membuat sebuah perahu atau kapal phinisi, sudah termasuk di dalamnya diatur mengenai pencarian dan penebangan pohon untuk bahan pembuatan kapal/perahu, lalu mengenai pemotongan dan pengeringan kayu, kemudian perakitan, pemasangan tiang kapal serta peluncuran kapal/perahu phinisi.
Dari prosesi Ruling inilah bisa kita ketahui, bahwa masyarakat Tana Beru sudah sejak dahulu selalu berusaha menjaga kelestarian alam beserta segala isinya, karena mereka mempunyai aturan tersendiri, yang tidak memperbolehkan menebang sembarangan pohon untuk membuat sebuah perahu. Pohon yang bakalan ditebang, haruslah pohon yang benar-benar sudah tua dan layak untuk dijadikan sebuah kapal/perahu.
Prosesi Ruling ini lahir karena masyarakat Tana Beru, terutama yang berprofesi sebagai pembuat perahu, menganggap dirinya beserta komunitasnya sebagai bahagian dari jagad raya, ibaratnya mereka adalah mikrokosmos dan jagad raya adalah makrokosmos. Di mana hubungan kedua kosmos ini diatur oleh peraturan abadi yang sakral, dan dilembagakan oleh para leluhur mereka sebagai adat istiadat yang wajib dijaga keutuhannya.
Pembuatan kapal/perahu phinisi adalah kombinasi dari pengetahuan dan pengalaman tradisional warisan leluhur yang harus diikuti untuk memastikan keamanan di laut. Masyarakat Tana Beru yang berprofesi sebagai pengrajin perahu/kapal harus melakukan penghitungan hari baik untuk memulai pencarian kayu sebagai bahan baku. Hitungan itu biasa jatuh di hari ke lima atau ke tujuh pada bulan yang berjalan. Angka lima atau naparilimai dalle'na yang bermakna rezeki sudah di tangan, dan angka tujuh atau natujuangngi dalle'na memiliki makna selalu dapat rezeki.
Adapun prosesi ritual Ruling dipimpin oleh tokoh adat yang juga ahli membuat kapal/perahu yanh disebut “Pandita Lopi”. Sedangkan untuk pelaksana teknis dan fisik pembuatannya dipimpin oleh Kepala Tukang yang biasa disebut “Punggawa” , dibantu oleh tukang atau disebut “Sawi” serta calon “Sawi”. Punggawa dan Sawi inilah yang bekerja menyelesaikan sebuah kapal/perahu phinisi dengan berbagai macam ukuran dan tonase. Tidak seperti pembuatan kapal pada umumnya, dimana rangka kapal dibuat terlebih dahulu, baru kemudian menyusul pembuatan dindingnya, kapal/perahu phinisi memiliki keunikan tersendiri dalam pembuatannya, yaitu pembuatannya dimulai dengan pembuatan dinding kapal, baru setelah itu dilanjutkan dengan pembuatan rangka kapal.
Jenis kapal/perahunya pun macam-macam, yaitu kapal penumpang atau kargo yang disebut “Lamba/Lambo", phinisi modern yang sudah dilengkapi dengan mesin motor diesel sebagai penggerak utamanya. Lalu ada juga yang disebut “Palari”, yang ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba. Selain perahu/kapal penumpang dan kargo, ada juga jenis yang lebih kecil, yaitu Perahu Pajala dan Perahu Jolloro, yaitu perahu nelayan yang digunakan untuk menangkap ikan, disamping itu ada juga perahu tanpa lunas yang disebut Lepa-lepa, Soppe dan Jarangka. Ada juga kapal/perahu yang merupakan versi besarnya dari perahu/kapal phinisi terdahulu yang dikenal sebagai Perahu/Kapal Padewakang, yaitu perahu/kapal kuno pertama dimana dindingnya terdiri dari kepingan-kepingan papan yang tersusun, selanjut ada juga kapal/perahu kuno yang disebut Patorani
Perahu buatan masyarakat Tana Beru ini sangat banyak peminat dan pembelinya di Manca Negara, terutama dari negara Eropa, seperti Spanyol, Jerman, Perancis dan Belanda, juga dari Jepang, Amerika, Afrika, Kanada, Singapura dan Malaysia serta tentunya dari Indonesia. Saat berkunjung ke Tanah Beru, kalian bisa melihat beberapa orang asing terlihat wara-wiri di sana, bahkan mereka ada yang menetap sementara di Tana Beru, mengawasi pembuatan kapal/perahu yang mereka pesan.
Di zaman modern ini tercatat beberapa prestasi telah ditorehkan oleh Kapal/Perahu Phinisi yang membawa nama harum bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim, antara lain Kapal/Perahu Phinisi Nusantara berhasil mencapai Vancouver Kanada, Amerika Serikat , selama 62 hari berlayar pada tahun 1986. Pada tahun 1987, sebuah ekspedisi kapal/perahu phinisi Padewakang – Hati Marige, berlayar ke Darwin – Australia dengan mengikuti rute pelayaran klasik, kemudian ekspedisi kapal/perahu Phinisi Ammanagappa ke Madagaskar pada tahun 1991, dan pelayaran kapal/perahu phinisi Damar Segara ke negara Jepang.
Betapa banyak prestasi yang berhasil dicapai oleh kapal/perahu phinisi, dan semua itu mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan teramat banyak pesanan pembuatan Kapal/perahu phinisi dari orang-orang mancanegara, dimana mereka sangat mengagumi dan menghargai kualitas maha karya masyarakat di Tana Beru, sehingga terkadang mereka datang sendiri mencari tahu keberadaan dan tempat asal pembuatan perahu/kapal phinisi. Sementara itu pemerintah daerahnya sendiri kurang tanggap akan hal tersebut, dan membiarkan masyarakat Tana Beru berjuang sendiri demi mempertahankan warisan adat budaya leluhur agar tetap terjaga dan lestari, dan senantiasa menjadikan Tana Beru Surga Pembuat Kapal Phinisi.
Seyogyanya pemerintah memberi perhatian yang khusus untuk Tana Beru, apalagi daerah ini sudah dinyatakan sebagai Kawasan Industri Kapal Rakyat. Infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya sebagai kawasan industri selayaknya perlu ditingkatkan. Segala informasi mengenai keberadaan Tana Beru sebagai pusat pembuatan perahu/kapal Phinisi harus diekspos secara optimal, baik itu melalui media cetak, ataupun melalui media online, dan disebarkan ke seluruh dunia, agar seluruh dunia tahu, bahwa Indonesia memiliki pusat pembuatan pembuatan kapal/perahu tradisionai yang kualitasnya tidak kalah dengan perahu/kapal tradisional negara-negara lain.
Dengan demikian, roda perekonomian masyarakat Tana Beru akan lebih berputar dan diharapkan bisa meningkat, sehingga hal inipun akhirnya akan berpengaruh ke segala sektor yang ada, baik itu sektor pariwisata, dan sosial budaya. Dan yang pasti dengan meningkatnya kunjungan wisatawan baik asing maupun lokal ke Tana Beru, hal ini akan membuat pendapatan asli daerah jadi meningkat pula.
Sungguh ironi, apalagi bila mengingat lirik lirik lagu berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut, karya Ibu Sud yang tercantum pada bagian awal artikel ini, yang masih terekam kuat dalam ingatanku. Sebuah lagu yang mengingatkan dan menyadarkan diri kita, bahwa sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa maritim, karena kita hidup dan tinggal di suatu negara Indonesia yang hampir 82 % negara ini wilayahnya adalah laut. Bahkan pengakuan dunia Internasional yang menyatakan Indonesiapun sebagai Negara Maritim telah di tetapkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Dengan demikian, roda perekonomian masyarakat Tana Beru akan lebih berputar dan diharapkan bisa meningkat, sehingga hal inipun akhirnya akan berpengaruh ke segala sektor yang ada, baik itu sektor pariwisata, dan sosial budaya. Dan yang pasti dengan meningkatnya kunjungan wisatawan baik asing maupun lokal ke Tana Beru, hal ini akan membuat pendapatan asli daerah jadi meningkat pula.
Sungguh ironi, apalagi bila mengingat lirik lirik lagu berjudul Nenek Moyangku Seorang Pelaut, karya Ibu Sud yang tercantum pada bagian awal artikel ini, yang masih terekam kuat dalam ingatanku. Sebuah lagu yang mengingatkan dan menyadarkan diri kita, bahwa sejatinya bangsa Indonesia adalah bangsa maritim, karena kita hidup dan tinggal di suatu negara Indonesia yang hampir 82 % negara ini wilayahnya adalah laut. Bahkan pengakuan dunia Internasional yang menyatakan Indonesiapun sebagai Negara Maritim telah di tetapkan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Angin bertiup layar terkembang,
ombak berdebur di tepi pantai,
pemuda b'rani bangkit sekarang,
ke laut kita beramai-ramai
Tabe, salama’ ki’
Keep Happy Blogging Always, mari’ ki’ di’ :-)
53 comments:
memang hebat ya sebetulnya bangsa kita, kapal phinisi sebegitu megahnya dan punya ciri khas , krn orang akan langsung tahu kalau itu kapal phinisi. Aku ingin banget ke Makasar, kapantuh gagal karena sahabatku keburu pindah dari makasar, lain kali deh akan aku kunjungi Makasar
Kapalnya baguus... eh, berapa sih harga 1 kapal? *pertanyaan calon org kaya.. hehe...
Sungguh indah Makassarku, jayalah selalu bumi butta panrita lopi Bulukumba
Proses pembuatan kapal khas Indonesia yang membutuhkan skill tingkat tinggi dan tidak bisa dicuri oleh negara lain.
Masih sedikit ingat gambar perahu phinisi di lembaran uang seratus rupiah :)
Salam pak.
Pas di Karimun Jawa kemarin aku juga sempet melihat pembuatan kapal di rumah penduduk. Katanya satu kapal di sana bisa selesai dalam waktu berbulan2.. Wajar ya, soalnya perlu perhitungan yg matang.. Soalnya harganya juga ternyata milyaran toh, aku baru tahu huhahahaa
Salut sama orang Sulawesi, terkenal jagoan berlayar ya walaupun pake perahu kayu, sampai Australia katanya, kerenn! sukses selalu ya mas Haryanto!
Enggak ngebayangin itu dari selembar kayu bisa jadi segede kapal begitu
nenek moyang kita memang hebat sekali
Amazing Indonesia .............. suka sama jalan-jalannya mas :D
mantap mas pabrik kapalnya, kapan2 enak tuh main kesana :)
hebatnya nenek moyang kita jaman dahulu, merancang tanpa gambar. cukup dengan kebiasaan. tapi hasilnya sungguh luar biasa. Kapal Phinisi memang hebat. Tapi sepertinya aku pernah melihat tana beru pernah ditanyangkan di televisi.
kerja berpeluh keringat diteriknya monconotnya sinar matahari dan sepoinya angin laut, tetap menjadikan kondisi seperti itu angin surga bagi para pembuat kapal Phinisi...Allahuakbar, rasa syukur memang hal terindah dalam menapaki kehidupan ya bang...
jadi pingin beli satu,kusus buat mancing....
Assalaamu'alaikum wr.wb, mas Hariyanto....
Saya sangat kagum melihat hasil tangan pembuat perahu di atas. Hebat dan memerlukan kemahiran yang tinggi yang hanya diperolehi oleh mereka yang berjiwa seni halus. Harus kuat semangat untuk menyiapkannya dan pintar dalam mendekorasi bentuk serta segala arkitektunya.
Saya melukis perahu sahaja sudah kalah, ini kan pula membentuk yang benar2 asli. Sungguh bertuah bumi Indonesia mempunyai sumber ekonomi tradisonal yang bisa menjadi satu dari tempat wisata yang bagus untuk dikunjungi. Tana Beru telah membuktikan kejayaanya.
Salam hormat dari Sarikei, Sarawak.
SITI FATIMAH AHMAD
kapal phinisi memang sangat mengagumkan, kenapa pemerintah tidak mau peduli ya Pak, padahalkan kapal phinisi turut mengharumkan nama indonesia ya Pak...
Hidup nenek moyang...
dari mu yang selalu mewariskan kebanggan untuk negeri ini :)
pinisi yang identik dengan kota makassar yang memiliki ciri 2 tiang utama dan beberapa layar ini namanya sudah mendunia, ,, memang nenek moyangku seorang pelaut ternyata tidak hanya dalam nyanyian ya.. karena fakta membuktikan
Yang membuat kapal phinisi itu dapat keahlian membuat kapal bukan dari sekolahan tapi pengetahuan turun temurun. Itu luar biasanya.. Teknologi tetap lestari dengan budaya seperti itu.. Banyak teknologi nenek moyang yang punah karena keturunannya tidak memahami pengetahuan leluhur mereka.
Kapal Tradisional seperti ini yang saya cari di Lamongan
mohon ijin belajar membuat Kapal pak admin
salam dari Girilaya Real Groups
hebat pinisi ini bang
warisan nenek moyang yang patut dijaga kelestariannya
nenek moyang kita memang pelaut yang luar biasa
sayang sekarang dinodai dengan anak-cucu yang suka tawuran antar kampung, antar mahasiswa, antar pelajar ya
Keren juga ya.. dari zaman dulu sampai sekarang pepbuatan kapal Phinisi scara tradisional ini masih tetap bertahan.
Indonesia itu hebat ya pak, sepertinya anak-anak sekarang kurang mengenal negerinya sendiri nih
Nice artikel, saya juga orang sulsel. tpi banyak ga tau tentang kebuadayaan2 sana :-). salam kenal
keren ya kapal phinisi.. baru tau juga kalau kapal khas orang bugis.. saya udah pernah ke makassar sekali tapi nggak ke kabupaten bulukumba. kayaknya kejauhan dari makassar, hehe..
Saya pernah ke Bulukumba, tetapi sayang sekali pas di saat itu aktivitas pembuatan Phinisi sedang tidak ada... jadinya hanya menikmati pasir putih di Tanjung Bira...
Tanah beru memang surganya bagi para pelaut tradisional, apalagi yang suka dengan kapal phinisi. Hal yang ikut menjadi perhatian tempat ini konon memiliki cerita perjalanan sejarah asal mula pembutan kapal phinisi ini ya Kang ?
Salam
memang masyrakat bugis-makassar dari dulu terkenal dengan keberaniannya mengarungi lautan daeng, tidak ketinggalan juga dengan kapal kebanggaannya, yaitu kapal phinisi yang ketenarannya bahkan sudah sampai diluar indonesia. bangga sekali saya jadi anak Makassar :D
Senangnya melihat pabrik kapal tradisional secara langsung. Kemarin ke Pelabuhan Sunda Kelapa terpesona dengan kapal-kapal kayu berukuran raksasa, meski ada kecewa karena sunrise-nya tidak muncul dengan warna ajaibnya. Salam dari Bandung ^_^
Aku blum pernah liat lo mas.. orang buat kapal , tapi kalau buat pompomng udah pernah liat..
kapal phinisi ini kelihatannya kayak kapal perang model dulu yamas
Wah menarik juga mas y??
=======================
http://kudhen.blogspot.com
=======================
sulawesi memang terkenal dengan palaut ulungnya ya mas, maka sdh pantas kapal phinisi yg terkenal di dunia ini ternyata banyak juga yg diproduk dari sulawesi :)
makasih sharingnya n happy wisata :)
Sering mendengan Tanah Beru yang ada di Kabupaten Bulukumba ini,namun tidak pernah tahu secara langsung,apa bisa yah saya kesana hehehe,,,,Salam succes selalu Mas Hariaynto ,,,,,
Sy jd paham ritual pembuatan kapal phinisi.. semoga budaya leluhur tetap terjaga sampai nanti :-)
Tfs, pak hariyanto :-)
Keren keren kapalnya ya... jadi pengen berguru membuat kapal :)
iya Mas, saya pernah nonton di televisi tradisi ruling yang ritual rutin untuk pembuatan kapal. budaya nenek moyang ya Mas. mahal juga ya sampai 5 miliar yang untuk 200 ton. kebayang tapi ya Mas, betapa gagah kalo kita punya kapal sendiri, dan berpesiar membelah lautan, yuhuii. top.
waw,...kapal dari kayu ko gede-gede begitu ya mas, kalau dilihat kaya kapal jaman dulu.
Itulah kenapa saya bangga menjadi orang Indonesia.. Nenek moyang kita memang arsitek yang hebat ... membuat kapal tanpa merancang, hanya berasal dari sebuah kebiasaan ... sungguh luar biasa ...
Kapal phinisi dan pembuatnya sudah terkenal di manca negara. Saya pernah lihat di TV, orang dari negara lain yang memesan kapal di sana.
Semoga ke depannya sarana dan prasarana yang dibutuhkan bisa semakin baik.
Terima kasih atas artikelnya, dengan membaca artikel di atas saya jadi mengerti baik tentang pengertiannya maupun tentang pemahaman arah dan tujuannya.
Cantik benar kapalnya, kepingin deh memilikinya ya minimal mainannya heehee
Kapalnya besar juga ya mas, oya terima kasih atas infonya
Kapalnya besar juga ya mas, oya terima kasih atas infonya
Potensi yg patut dibanggain! Warisan nenek moyang yg musti kita jaga. Asal jgn terkikis arus modernitas. Salama'ki Bang ... :-)
salah satu kebanggan sul-sel, cuma sayang katanya terkadang mereka kekurangan bahan, bantuan pemerintah mgkn kurang maksimal nih...
Sulawesi sungguh sangat mengagumkan. Saya sangat bangga membacanya..
sebagai nenek moyang dari pelaut memang jangan menghilangkan ciri khas kita sebagai pelaut tentu nya pelaut sebagian harus ada yang bisa membuat kapal :) apalagi phinisi yang mempunyai ciri khas
artikelnya mantep deh
Keliatannya harus diperhatikan dengan baik2 nich. . . ^_^
salam
Girilaya Real Groups
Mudah2an bisa terus di wariskam ke anak cucu kita nanti
wow..
asyik juga lihat..
pembuatan kapal..
di pinggir pantai..
New comments are not allowed.