Mekar Bunga Asmarakah Makna Desiran Itu ?


“Siapa pria itu ?” tanya papaku, sambil matanya mengintip dari balik gorden kearah ruang tamu tempat Her sedang duduk. Kulihat bola mata papa membesar, pertanda yang sudah sangat kukenal dan selalu muncul terlihat bila ada pria baru yang datang ke rumah mencariku. Apalagi bila melihat ia memelintir kumisnya yang mirip kumis pak Raden, itu tanda-tanda saya harus segera menyuruh pulang tamu priaku.

“Hanya teman.”, secara asal-asalan saya menjawab, karena terus terang saya tak tak tahu harus bagaimana menjelaskan semua cerita asal-usul hingga Her bisa bersama saya hari ini datang ke rumahku. 

Saya buru-buru berjalan ke dapur hendak mencari mama. Biasanya mama selalu membelaku saat saya merasa terpojok begini tak tahu harus berbuat apa. Tapi tak kulihat keberadaan mama di dapur, lalu saya mencarinya di semua kamar yang ada, tak ada juga. Begitu juga saat kucari ke pekarangan belakang rumah, tempat menjemur pakaian, lagi-lagi mama tak ada.

Saya mulai cemas, kuatir papa akan menyuruh pulang Her seperti tamu priaku yang lainnya, kuraba telapak tanganku yang kembali mulai basah kuyup. Haruskah rasa kepada makhluk Tuhan bernama lelaki yang bernama Her kupendam lagi sedalam-dalamnya, seperti yang pernah terjadi pada lelaki lain sebelumnya.

“Mamamu sedang keluar beli toples untuk bumbu dapur di Indomaret seberang jalan.”, suara papa terdengar pelan di gedang telingaku tapi sungguh mengejutkanku, entah sudah berapa lama ia berdiri di belakangku.

“Siapa nama pria itu, apakah dia teman kuliahmu ?” rentetan pertanyaan papa yang mau tak mau harus kujawab, setidaknya jawabanku bisa membuat papa menjadi sedikit lebih tenang. Meskipun terkadang ia langsung meradang saat mendengar jawabanku yang memang terdengar sering sedikit nyeleneh.

Tiba-tiba, pranggg !!!. Terdengar suara kaca pecah dari arah ruang tamu, hal itu membuyarkan pikiranku yang akan menjawab pertanyaan papa. Bergegas saya dan papa berlarian menuju ruang tamu.

Di ruang tamu, sekilas mataku melirik ke sofa tempat Her duduk, di sana tak kulihat lagi sosok Her. Mataku bergerak cepat melihat kea rah pintu ruang tamu, kulihat mama sedang terduduk, kedua kakinya tertekuk ke kebelakang. Dan sosok Her terlihat sedang berjongkok memegang ke dua tangan mama, ia sepertinya berusaha membantu mama berdiri.

Pecahan toples nampak berceceran di lantai, namun bukan itu yang menjadi pusat perhatianku. Kulihat pandangan mama, seperti pandangan orang yang baru melihat sesuatu yang membuatnya kaget setengah mati. Saya menoleh ke papa yang berjalan perlahan mendekati mama.

“Ada apa Ma ?” Tanya papa sambil kedua tangannya merangkul tubuh mama, menariknya kedalam pelukannya. “Apa yang membuat mama kaget, sampai toplesnya pada jatuh pecah semua?”

Bukannya menjawab pertanyaan papa, jari telunjuk mama malah menunjuk kea rah yang Her yang berdiri di depannya. “Nama kamu …nama kamu siapa ?”, tanya mama dengan suara bergetar.

“Saya Her, teman Maya ” jawab Her dengan suara perlahan dan agak sedikit kebingungan. Mata Her melirikku, mencoba mencari jawaban, namun saya hanya bisa mengangkat bahu.

“Her, her siapa, yang lengkap her siapa ??” tanya mama lagi.

“Heryanto Batara Manikallo.” jawab Her. Eh kok namanya hampir sama dengan namaku, kalau nama lengkapku Heriyanti Maydalina Rundupadang. Tapi saya lebih sering dipanggil Maya.

“Nama bapak kamu siapa ?” suara mama terdengar bergetar.

“Bapak saya bernama Agung Manikallo.” jawab Her lagi.

“Astaghfirullah al adzim ….” tiba-tiba mama menangis, matanya berlinang air mata. Dan papa, kenapa papa ikut-ikutan menangis. Ach,,,sungguh membuatku heran, kulirik Her, kelihatannya ia juga pasti heran dengan semua ini.

Saya pun mendekati mama dan papa, hendak mencari tahu apa sebenarnya yang terjadi. Belum sempat kumelontarkan pertanyaan, mama sudah berdiri kemudian berlari kecil ke dalam kamarnya. Kemudian keluar sambil membawa sebuah tas bahu terbuat dari kulit.

Tas itu sudah terlihat sangat tua, terlihat dari kulitnya yang sudah kusam, dan juga modelnya yang agak kuno. Sebuah tali kulit berbentuk ikat pinggang bergesper berfungsi sebagai kunci tas. Mama memasukkan anak kunci ke dalam gesper itu lalu memutarnya, dan membuka tas itu.

Dari dalam tas itu, mama mengeluarkan sebuah foto, foto hitam putih yang sudah berubah menjadi sephia karena di makan usia.

Rasa penasaran membuatku mengambil foto itu dari tangan mama, dalam foto itu terlihat sepasang anak lelaki dan perempuan, wajah mereka sangat mirip, kutaksir usia mereka mungkin sekitar dua tahunan.

Perlahan papa mengulurkan tangannya meminta foto itu, saya tak kuasa menolaknya, foto itu lalu kuserahkan kepadanya. Kemudian ia lalu memberikan foto itu kepada Her, sambil berkata, pernahkah nak Her melihat foto semacam ini ?

Roman muka Her seketika menjadi pucat saat melihat foto itu, tangannya bergetar saat meraih foto itu dari tangan papa. Ia menatap wajah papa dan mama dengan tajam, tatapan yang sangat berbeda dengan tatapan saat ia melihatku pertama kali di atas angkot.

Her lalu mengeluarkan dompet coklat dari kantong belakang celananya. Ia lalu mengambil dari dalam dompet itu sebuah kertas kecil yang sudah lusuh dan agak kecoklatan. Lalu ia memberikan kertas itu kepada mama sambil berkata, Papiku memberikan ini kepadaku dan memintaku agar saya selalu membawanya kemanapun saya pergi.

Tangis mama langsung meledak saat melihat kertas itu, kulihat papa merangkulnya erat-erat berusaha menenangkannya. Saya merebut kertas itu dari tangan mama, dan kulihat kertas itu adalah sebuah foto tua. Foto yang ada dalam kertas tua dari dompet Her sama dengan foto tua yang diambil mama dari dalam kamar.

“Papimu di mana sekarang, dan bagaimana kabarnya ?” tanya mama. “Papi tadi masuk dan di rawat di rumah sakit, sebelum saya ke sini bersama Maya.” jawab Her sambil menundukkan kepalanya, Sungguh saya semakin bingung dengan semua ini, kutatap mama dan papaku dengan penuh tanda tanya, lalu kulirik ke arah Her yang terlihat masih tertunduk, entah apa yang ada dalam pikirannya.

“Maya.”, mama memanggilku.

“Iya ma, apa sebenarnya yang terjadi.” Tanyaku. “Maya bingung ma.”

“Anak di dalam foto itu adalah anak kandung Mama.” jawab mama perlahan sambil menahan tangis. Namun perkataan mama itu terdengar bagaikan letusan gledek di siang hari. Apaaaaa ini anak mama!!! Bagaimana bisa terjadi ??? jeritku.

“Iya benar nak, sebelum mama menikah dengan papa-mu sekarang, mama sudah pernah menikah dengan orang lain yang bernama Agung Manikallo.” kata mama lagi mencoba menjelaskan. “Tak lama kemudian lahir anak kami, kembar laki-laki dan perempuan. Namun kami akhirnya bercerai, saat itu anak kami masih kecil, baru sekitar satu setengah tahun.”

“Anak lelaki kemudian dibawah oleh mantan suamiku, sedangkan anak perempuan, karena saat itu saya belum bekerja, maka ia ikut dengan kakak perempuanku yang sudah menikah dan kerja jadi guru.” Isakan tangis mama semakin keras terdengar, namun ia mencoba menahan tangisnya dan melanjutkan ceritanya.

“Setahun kemudian saya bertemu dengan papamu lalu menikah dengannya. Dan akhirnya kami sepakat untuk mengambil kembali anak perempuanku yang dipelihara saudara perempuanku.” Mata mama menatapku lekat-lekat, terlihat kepedihan yang begitu mendalam di situ.

Pikiranku mulai menduga-duga, namun jujur saya tak berani menebaknya, ada rasa ketakutan yang menjelajahi seluruh tubuhku, takut bila apa yang kupikirkan benar terjadi. Keringat ditanganku sudah membanjir, bukan hanya di telapak tangan, bahkan seluruh tubuhku pun sudah keringatan.

“Anak perempuan itu, anak mama, di mana dia sekarang ?” tanyaku.

“Anak perempuan itu ada di sini sekarang Maya.” jawab Papa.

“Di mana dia, kenapa Maya tidak pernah bertemu dengannya ?”

Kulihat papa dan mama saling berpandangan, lalu papa menganggukkan kepalanya, dan mama mulai berkata, anak perempuan itu adalah kamu sendiri Maya, dan saudara kembar lelakimu dalam foto itu adalah Heryanto Batara Manikallo. Saya tahu,,,saya tahu saat melihat wajahnya tadi, sewaktu mama masuk ke dalam ruang tamu...mama tak mungkin salah.

“Ooh..tidak mungkin, ini tidak mungkin terjadi !!!” teriakku. “Papaku bernama Rundupadang, bukan Manikallo !!!”

“Saat kalian lahir memang diberi nama akhir mengikuti nama keluarga Manikallo. Namun setelah kami bercerai, kami memutuskan untuk mengganti nama belakang mu dengan nama papamu yang sekarang yaitu Rundupadang, namun namamu sejak lahir masih ada yaitu Heriyanti Maydalina, karena kalian lahir di bulan Mei.” jawab Mama lirih.

“Saya sudah divonis oleh dokter tidak bisa memberikan keturunan, karena saya mandul nak.” tukas Papa melengkapi apa yang dikatakan oleh Mama. “Kami sudah sepakat akan menceritakan semua ini bila sudah bertemu dengan saudara kembarmu, namun bila belum ketemu, maka papa dan mama sudah membuatkan surat wasiat yang akan menjelaskan tentang ini semua.” lanjut papa lagi.

Saya melihat ke arah Her yang semakin menundukkan kepalanya, kepalanya seperti tenggelam di antara ke dua pahanya. Saya memandangi foto dua anak kecil di dalam selembar kertas foto jadul yang kusam., menatapnya dengan perasaan yang campur aduk, antara senang, sedih, marah dan kesal.

Desiran sensasi serta perasaan tak karuan yang membuat jantungku berdetak cepat saat bertemu dengan Her, yang selama ini kurasa ternyata bukanlah tanda-tanda akan mekarnya bunga asmara, melainkan pertanda adanya ikatan batin antara saya dan saudara kembarku Heryanto Batara Manikallo, yang sudah sekian lama hidup berpisah.

"Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Kisah Cinta Bunda 3F - #LoveStory"



15 comments:

ayaa said...

Yaaah, pukpuk Herrrr

motorninja250.com said...

waahh asiknya ..

Irawati Hamid said...

wahh, ternyata Mas H dan Mbak Maya adalah saudara kembar yang terpisah :D :D

nova violita said...

wah..foto nya asyik banget....
semoga GA nya sukses..

tantiamelia.com said...

hiks hiks, jadi Maya mencintai saudara kembarnya?

Ade anita said...

Penasaran..sudah ngapain aja mereka ketika berpacaran? Duh... paling sebel kalo nemu kisah gini mengingat gaya orang berpacaran jaman sekarang gaswat-gaswat banget.
Semoga mereka baru taaruf deh (*wekekekekek aku jadi serius gini)

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Saudaranya kembar itu punya ikatan batin yang kuat ya, Pak :)

Mugniar said...

*Speechless*
Kasihan ya kalau ada kisah kayak ini -_-

Anisayu Nastutik said...

Antara saudara kembar
Ikatan batin sungguh besar
Walau terpisah hingga keluar
Tetap bertemu semudah asmara berdebar mekar...

Khoirur Rohmah said...

Kyyyaaaa sad endingg
Huhuhuu kasiannya Her sama Maya :'(
Cinta mreka brakhir tragis :3

Wahab Saputra said...

Tulisannya bagus,,,layak jadi pememenang give awaynya...

Maya Siswadi said...

waahhh, saudara kembar.
Makasih udah ikutan GAnya ya pak

lina@happy family said...

Kisahnya sangat menarik.

Ahmad Zaelani said...

Mau tau nama orang aja harus pake pecahin toples segala,, waduuh si ema gimana sih,, bisa habis tuh perabotan wkwkwkwkwk

Indah Nuria Savitri said...

endingnya ituuu lho :)