Traveling ke Pulau Lombok, di Propinsi Nusa Tenggara Barat, memang menyenangkan dan menggembirakan, karena begitu banyak kisah dan kenangan yang tidak terlupakan. Apalagi kalau dalam perjalanan bertemu secara dadakan “Tour Guide Accidental” yang sudah sangat berpengalaman, karena beliau adalah salah satu panitia ada budaya Lombok.
Namanya, pak Irawan, orangnya tinggi, badannya sedang saja, pakaian yang dikenakan saat itu kemeja hitam dan sarung hitam. Sebuah kain tenunan khas Lombok terlihat melilit dipinggangnya, kepalanya memakai ikat kepala adat Lombok.
Raut wajahnya terlihat tegas namun ramah, apalagi kalau bibirnya yang berhias kumis lebat itu mengumbar senyum manisnya. Kalau sampai ada wanita yang melihatnya tersenyum, saya yakin wanita itu bakalan langsung menggelepar klepak-klepek.
Saya bertemu Pak Irawan, di rumah salah seorang kerabat dari Lampung di Mataram, Lombok, saat itu sedang ada hajatan pesta walimahan, dan pak Irawan bertindak sebagai salah seorang panitia, karena beliau adalah ketua paguyuban keluarga besar orang Lampung yang ada di Lombok.
Nach ini lebih aneh lagi kan, orang Lombok kok jadi ketua Paguyuban Lampung ??? Usut punya usut, ternyata istrinya yang asli Lampung, berhubung istrinya tidak bisa jadi ketua paguyuban, maka Pak Irawan-lah yang akhirnya terpilih jadi ketua Paguyuban Lampung…oohh gitu yaaaa .
Pak Irawan inilah yang akhirnya mengajak saya beserta beberapa orang kerabat, pergi melihat Festival Senggigi Kabupaten Lombok Barat di bulan September tahun lalu (2015). Beliau hafal betul agenda acara festival tersebut, sebab dia adalah salah seorang panitia budaya adat Lombok yang bertugas di festival tersebut.
Artikel mengenai Festival Senggigi Kabupaten Lombok Barat sudah saya buat dan posting beberapa hari yang lalu, bisa sahabta-sahibit blogger se-dunia lihat dan dibaca di sini http://hariyantowijoyo.blogspot.com/2016/01/Festival-Senggigi-Kabupaten-Lombok-Barat.html.
Kali ini saya ingin berbagi kisah mengenai apa yang saya lihat dan tonton di lokasi Festival Senggigi tersebut. Salah satunya yang sangat menarik, adalah saat saya melihat sebuah arena di tengah lokasi festival yang penuh dengan tenda warna putih.
Arena itu ramai dikelilingi oleh para penonton, banyak juga turis dari mancanegara, namun lebih banyak lagi turis lokal seperti saya.
Di tengah arena dihamparkan lembaran terpal berwarna hijau tua. Di atas terpal, ada sepasang benda seperti perisai dan dua buah tongkat terbuat dari rotan.
Arena itu ramai dikelilingi oleh para penonton, banyak juga turis dari mancanegara, namun lebih banyak lagi turis lokal seperti saya.
Di tengah arena dihamparkan lembaran terpal berwarna hijau tua. Di atas terpal, ada sepasang benda seperti perisai dan dua buah tongkat terbuat dari rotan.
Turis lokal dan mancanegara berbaur menjadi satu..termasuk saya ha ha ha
Kelompok Musik Tradisional di Arena Peresean
Di salah satu sudut arena terlihat sebuah kelompok pemusik tradisional ala Lombok. Kuperhatikan satu persatu alat dan perkusi yang mereka akan mainkan, ada dua orang yang memainkan gendang, satu orang pegang simbal , satu pemukul gong, dan satu peniup seruling.
Sahabat-sahibit Blogger se-dunia, daripada rasa penasaran menghantuiku, lagipula aku teringat akan pepatah, malu bertanya ..jalan terus, maka akhirnya akupun bertanya kepada pak Irawan, mengenai maksud dari arena itu, untuk acara apa gerangan.
Pak Irawan-pun menjawab dan menjelaskan secara ringan namun detail mengenai yang terkait dengan pertanyaanku. Rupanya arena dibuat itu untuk mengadakan aksi pertarungan antara dua orang lelaki sejati dengan bersenjatakan tongkat rotan yang ujungnya dilapisi sejenis aspal dan pecahan beling halus, serta berperisai kulit kerbau. Pertarungan ini adalah tradisi dari Suku Sasak yang hidup di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Pertarungan itu dalam adat budaya Sasak – Lombok disebut Peresean, yang telah dilangsungkan secara turun temurun, sejak ratusan tahun lalu. Asal kalian tahu saja, Peresean ini adalah seni bela diri asli Suku Sasak.
Jadi definisi lengkap dari Peresean adalah pertarungan dua pejantan tangguh, bersenjatakan tongkat rotan yang dalam bahasa Lombok disebut Penjalin, Lalu keduanya memakai perisai tebal nan keras yang terbuat dari kulit kerbau, perisai itu disebut Ende…itu mengikut penjelasan dari Pak Irawan loh.
Kedua lelaki yang bertarung itu disebut Pepadu, dan ini adalah pertarungan yang fair, tidak asal bertarung, karena ada orang yang bertidak selaku wasit, dan mereka disebut Pekembar, yang terdiri dari Pekembar Sedi yang bertindak sebagai wasit pinggir, jumlahnya dua orang, kalau dalam bola mungkin sama dengan Hakim Garis yaa. Sedangkan yang memimpin pertarungan disebut Pekembar Teqaq.
Adapun peserta yang ikut bertarung ini tidak disiapkan sebelumnya, melainkan diambil dari penonton yang ada. Dan yang bertindak untuk mencari petarung Peresean dari para penonton adalah wasit pinggir tadi yang akan berkeliling sambil membawa perisai dan tongkat rotan, mencari calon peserta Peresean. Akan tetapi penonton dapat juga mengajukan diri sendiri sebagai peserta Peresean.
Setelah didapatkan dua pejantan tangguh, maka pekembar akan memukul keras-keras perisai kulit kerbau yang dibawahnya, braaakk braakkkk grummm praaangg,(eehh begitukah bunyinya yaa ) tanda pepadu sudah siap dan pertarungan Peresean pun bisa dimulai.
Kedua pepadu pun membuka bajunya masing-masing, hingga bertelanjang dada, dan saat akan bertarung itulah kelompok musik pun mulai memainkan lagu-lagu untuk mengiringi pepadu yang hendak bertarung.
Kedua pepadu pun membuka bajunya masing-masing, hingga bertelanjang dada, dan saat akan bertarung itulah kelompok musik pun mulai memainkan lagu-lagu untuk mengiringi pepadu yang hendak bertarung.
Aturan mainnya seperti terlihat mudah sekali, pepadu atau petarung tidak boleh memukul kaki dan paha, namun pepadu diperbolehkan memukul kepala, punggung dan pundak. Namun dalam kenyataan, ternyata sulit juga mengikuti aturan tersebut, kalau salah kontrol,,bisa-bisa lawan akan menyerang dan akan melukai kita terlebih dahulu.
Sebelum bertarung, masing-masing hakim pinggir atau Pekembar Sedi akan mengurut-ngurut pepadu jagoannya, sambil merapal mantra-mantra...he he he
Sebelum bertarung, masing-masing hakim pinggir atau Pekembar Sedi akan mengurut-ngurut pepadu jagoannya, sambil merapal mantra-mantra...he he he
Dalam aturannya, Pepadu yang bisa melukai lawannya lebih dahulu di sekitar badan yang diperbolehkan untuk dipukul, dan membuatnya berdarah akan menjadi pemenangnya.
Saat akan bertarung, tongkat rotan dipegang oleh pepadu di tangan kanan, sementara tangan kiri memegang perisai.
Saling serang antara dua Pepadu dilakukan dengan sangat aktraktif, pukulan dan tangkisan yang dilakukan mendapat applaus dan teriakan riuh dari para penonton.
Sabetan tongkat rotan berbalur pecahan beling bertemu dengan tangkisan perisai kulit kerbau menimbulkan suara keras yang semakin menghangatkan adrenalin para penonton.
Sabetan tongkat rotan yang dilakukan oleh pepadu itu untuk mendapatkan point. Point tertinggi adalah bila pepadu bisa memukul dan melukai kepala lawannya.
Yang anehnya para Pepadu itu tak ada yang berteriak atau menjerit kesakitan saat tongkat rotan berbalut pecahan beling itu menyabet dan mengenai tubuhnya hingga mengeluarkan darah.
Para penontonpun berdesakan hendak menyaksikan pertarungan Peresean ini, sampe-sampe gara-gara tak bisa melihat dengan jelas, salah seorang penonton bersama anaknya akhirnya naik diatas sepeda motornya, hanya untuk melihat aksi peresean yang ngetop banget ini.
Peresean ini biasanya berlangsung hingga lima ronde setiap pertarungan, akan tetapi bisa juga tidak sampai lima ronde, apabila salah seorang pepadu terluka, atau menyerah dan mengibarkan bendera putih.
Setelah pertarungan usai, pepadu akan saling bersalaman dan berpelukan, tanpa ada menyimpan rasa dendam…selanjutnya yang jadi pemenang akan menari-nari diiringi musik tradisionil, sungguh sangat menjunjung tinggi sportifitas. Dan setiap pepadu akan mendapat sehelai amplop berisi uang, sebagai tanda terimakasih atas keikutsertaan nya dalam ajang Peresean. Jumlahnya...aaahh mau tahu ajaaaa :-D
Adat budaya Peresean ini memang sangatlah keras, karena mengakibatkan pesertanya berlumuran darah, namun sangatlah sakral bagi Suku Sasak, karena Peresean, Arena Pertarungan Untuk Lelaki Sejati Suku Sasak di Pulau Lombok.
Dan biasanya digelar untuk minta hujan saat musim kemarau. Akan tetapi, dengan berkembangnya zaman, maka pelaksanaan Peresean ini pun diadakan pada event tertentu, seperti pada peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, atau saat menyambut Bulan Ramadhan, dan untuk menyambut turis yang datang ke Lombok.
Dan biasanya digelar untuk minta hujan saat musim kemarau. Akan tetapi, dengan berkembangnya zaman, maka pelaksanaan Peresean ini pun diadakan pada event tertentu, seperti pada peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, atau saat menyambut Bulan Ramadhan, dan untuk menyambut turis yang datang ke Lombok.
Bagi Suku Sasak, peresean ini juga punya fungsi sebagai ajang latihan ketangkasan atau ajang uji nyali serta keberanian dan ketangguhan bagi para anak muda Suku Sasak. Peserta yang ikut bukan hanya pria dewasa saja, akan tetapi dari kalangan anak-anak ada juga yang ikut ajang Peresean ini,
Anak-anak tak mau kalah aksi, ...hebatttt
Saling serang, saling tangkis di kelas anak-anak...ruaaarrr biaaassaaaa
Sahabat-sahibit blogger se-dunia, ada satu kisah yang cukup menarik dibalik layar arena Peresean ini. Begini kisahnya, luka-luka di tubuh pepadu yang jadi peserta Peserean akhirnya diolesi dengan sejenis minyak, konon kabarnya itu minyak khusus asli buatan Suku Sasak, dan tidak menimbulkan rasa perih di luka saat dioleskan. Bahkan lukanya cepat mengering dan hilang tanpa bekas… bagaimana,,menarik dan membuat heran kan??
Terus terang saja, sebenarnya saya ingin mengajukan diriku sebagai salah seorang peserta Peserean, akan tetapi melihat tubuh pepadu yang bertarung itu penuh dengan lebam dan luka berdarah akibat sabetan dan pukulan tongkat rotan, hingga akhirnya saya jadi mempertimbangkan kembali keinginanku itu.
Bukannya takut, hanya ngeri dan seram melilhat aksi para pepadu saling baku pukul hingga berdarah-darah, lagipula hari sudah semakin gelap, sudah waktunya traveling hari ini diakhiri, karena saya dan kerabat yang lain harus pulang untuk sholat maghrib dan kembali ke penginapan.
Tabe’ salama’ ki’
Keep Happy Blogging Always, Mari Ki’ Di’ :-)
6 comments:
sy punya teman org lombok ,,,
tpi belum pernah singgah ke lombok nih pak ,,hehe
meliaht dari post ini ,,, seperrtinya menarik sekali ,,, :D
Salam dari brebes ,,,, :)
Kalau aku nonton peresean ini kok ngeri-ngeri sedap ya mas ... tapi kalau ke lombok memang gak pernah nonton yang kaya gini sih
walaupun jika sedang kambuh, saya suka berubah jadi pria yang melambai, jika melihat ada arena pertarungan sepertidi Lombok itu mah...sok lah sparing dengan saya...ada yang berani Peresean sama sayah?
ya ampun serem amat ya pak sampai berdarah-darah gitu. Pemainnya gak kesakitan?
sepertinya bapak dan anaknya yang berdiri diatas motor itu sangat menikmati pertunjukannya yah Mas, hehe :D
Peresean adalah salah satu seni bertarung warisan leluhur, ini adalah simbol bahwa kita adalah keturunan dari leluhur yang sangat tangguh. Keren.
New comments are not allowed.