Sebagai seorang blogger, lalu ditawarin berwisata ke Propinsi Sumatera Selatan, wow, saya mau banget pastinya. Ini adalah perjalanan wisata yang sejak lama menjadi salah satu impian ku. Di propinsi yang dikenal dengan sebutan Bumi Sriwijaya terkenal memiliki begitu banyak destinasi wisata menarik dan luarbiasa yang telah lama kudengar akan keindahannya, dan tentunya itu sudah masuk dalam perencanaan untuk kukunjungi
Tak salah bila keindahan dan keelokan Propinsi Sumatera Selatan disebut juga sebagai Wonderful Sriwijaya. Dan dari sekian banyak destinasi wisata yang ada di Propinsi Sumatera Selatan, inilah beberapa destinasi wisata pilihan yang jadi impianku bila berkunjung ke Propinsi Sumatera Selatan.
Tak salah bila keindahan dan keelokan Propinsi Sumatera Selatan disebut juga sebagai Wonderful Sriwijaya. Dan dari sekian banyak destinasi wisata yang ada di Propinsi Sumatera Selatan, inilah beberapa destinasi wisata pilihan yang jadi impianku bila berkunjung ke Propinsi Sumatera Selatan.
KOTA PALEMBANG dan JEMBATAN AMPERA
Dari 17 kabupaten/kota yang ada di Sumatera Selatan, yang paling awal kukunjungi adalah Kota Palembang, yang merupakan ibukota dari Propinsi Sumatera Selatan. Kota Palembang merupakan kota kedua terbesar di Pulau Sumatera, setelah kota Medan.
Tahukah kalian, bahwa melakukan traveling ke Kota Palembang, bukan hanya melakukan perjalanan wisata biasa, akan tetapi juga serasa melakukan perjalanan napak tilas yang bersejarah, sebab Kota Palembang ini dalam catatan sejarah pernah menjadi ibu kota kerajaan bahari Budha terbesar di Asia Tenggara sekitaran abad ke 9 Masehi.
Di Bukit Siguntang, yang terletak di sebelah Barat Kota Palembang, ditemukan sebuah prasasti Kedukan Bukit, yang menyatakan tentang pembentukan sebuah Wanua, yang ditafsirkan oleh para ahli sejarah sebagai pembentukan sebuah kota pada tanggal 17 Juni 668 Masehi, dan ini menjadikan Kota Palembang sebagai kota tertua di Indonesia, ..wow.
Salah satu sudut Kota Palembang di malam hari, source gambar dari http://lifeisabout-vacation.blogspot.co.id/2014/04/palembang-city.html
Di Kota Palembang ini, yang menjadi target utama kunjunganku adalah Jembatan Ampera, yang menjadi ikon Kota Palembang. Jembatan dengan panjang seribu meter lebih ini, membentang di atas Sungai Musi yang terletak di tengah-tengah Kota Palembang, menghububungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir.
Jembatan Ampera yang dibangun awal bulan April tahun 1962, dan diresmikan pada tahun 1965, merupakan jembatan terpanjang di Asia pada masa itu. Semula jembatan ini dinamakan Jembatan Bung Karno, sebagai penghargaan kepada Presiden Republik Indonesia Pertama itu, atas jasanya memperjuangkan keinginan warga Kota Palembang untuk membangun sebuah jembatan di atas Sungai Musi yang menghubungkan daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir.
Namun setelah terjadi pergolakan politik pada tahun 1966, nama jembatan ini pun diganti menjadi Jembatan Ampera [Amanat Penderitaan Rakyat], dan nama inilah yang dipakai hingga sekarang.
Jembatan Ampera Tempo Doeloe,
souce gambar dari http://kokocicipalembang.weebly.com/palembang-dari-masa-ke-masa.html
Sejak diresmikan Jembatan Ampera sebenarnya secara kontruksi memiliki keistimewaan, yaitu dengan menggunakan bantuan mekanisme dua bandul pemberat, yang memiliki berat masing-masing sebesar 500 ton yang terletak di menara jembatan, bagian tengah dan bagian belakang serta bagian depan jembatan ini bisa terangkat ke atas, sehingga bisa dilewati oleh kapal-kapal besar, dengan ukuran lebar 60 meter dan tinggi maksimum 44, 50 meter .
Akan tetapi, dengan alasan durasi waktu untuk mengangkat dan menurunkan jembatan yang terlalu lama yaitu sekira 30-an menit, sehingga dianggap bisa mengganggu arus lalulintas kendaraan yang melintas di atas jembatan, maka pada tahun 1970 aktifitas menaik turunkan bagian tengah jembatan ini pun sudah tidak dilakukan lagi.
Lalu pada tahun 1990, kedua bandul pemberat di menara Jembatan Ampera pun diturunkan untuk menghindari jatuhnya kedua bandul pemberat ini.
Jembatan Ampera Saat Kini, source gambar dari http://panduanwisata.id/2013/03/07/jembatan-ampera-romantisnya-kelip-lampu-di-waktu-malam/
Pada malam hari, Jembatan Ampera yang sudah dipercantik dengan gemerlap lampu warna-warni yang menghias seluruh badan jembatan, nampak terlihat begitu mempesona, kalau menurut saya pribadi, tampilannya seperti tampilan pemandangan neon yang spektakuler dalam film bioskop “Tron - Legacy”, yang dirilis tahun 2010, karya sutradara “Joseph Kosinski”. Sehingga wajarlah, kalau jembatan ini menjadi sasaran empuk jepretan lensa dari para pecinta fotography.
SUNGAI MUSI dan PULAU KEMARO
Menikmati keindahan Jembatan Ampera dan Kota Palembang, tak elok rasanya bila tak menelusuri kecantikan alam sepanjang Sungai Musi, di mana lokasi Jembatan Ampera berada. Sebagaimana diketahui bahwa Sungai Musi adalah sebuah sungai dengan panjang 750 kilometer, menjadikan Sungai Musi sebagai sungai terpanjang yang ada di Pulau Sumatera.
Sungai yang membelah dua Kota Palembang ini, sejak jaman Kerajaan Sriwijaya sudah terkenal digunakan sebagai jalur transportasi utama bagi masyarakat, dan hal itu berlangsung hingga zaman sekarang ini. Selain itu Sungai Musi dikenal juga dengan sebutan Batanghari Sembilan, yang bermakna Sembilan Sungai Besar, maksudnya Sungai Musi sendiri dan ada delapan sungai besar yang bermuara di Sungai Musi.
Di tepian Sungai Musi ini saya bisa melihat pelabuhan Boom Baru, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Rumah Makan Musi Riverside dan Warung Legenda.
Ada begitu banyak kisah dan legenda yang hadir mewarnai keberadaan Sungai Musi, salah satunya adalah kisah legenda tentang asal muasal Pulau Kemaro, pulau yang terletak di tengah-tengah Sungai Musi. Pulau ini menurut legenda adalah sebuah pulau yang timbul dilokasi di mana Siti Fatimah, putri Sultan Palembang, menceburkan diri di Sungai Musi demi mencari kekasih hatinya “Tan Bun An” sang pangeran dari negeri China, yang terlebih dahulu terjun ke Sungai Musi mencari harta karun untuk mas kawinnya dengan sang putri Siti Fatimah.
Pulau ini kemudian ramai dikunjungi oleh para wisatawan, terutama oleh kaum Tionghoa, terlebih lagi pada saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh, apalagi di Pulau Kemaro ini terdapat sebuah pagoda berlantai Sembilan.
Pagoda di Pulau Kemaro, source gambar dari http://indonesiamagz.com/2016/02/17/pulau-kemaro-palembang-siap-sambut-cap-go-meh/
Konon kabarnya, asal muasal nama sungai ini berasal dari pemberian nama dari bajak laut asal negeri China yang melintas di Sungai Musi beberapa ratus tahun lalu. Bajak laut ngeri China itu memberi nama Mu Ci, yang dalam bahasa Han merupakan nama Dewi Ayam Betina yang memberikan keuntungan bagi manusia.
Dinamakan Mu Ci, karena mereka mengganggap daerah sepanjang sungai ini adalah daerah yang subur dengan potensi alam yang luarbiasa. Selain menghasilkan rempah-rempah, juga menghasilkan beraneka tambang seperti batu bara dan emas.
Beberapa ratus tahun kemudian, kata Mu Ci, perlahan-lahan berubah menjadi Musi, sesuai dengan ejaan lafal dan lidah orang Palembang, itu menurut kisah yang kabar kebenarannya tak dapat kupastikan.
Sungai Musi, source gambar dari http://fransiskatya.blogspot.co.id/2012/11/sungai-musi-sumatera-selatan_11.html
Selain dari kisah legenda dan asal usul nama Sungai Musi, ada juga kisah mistis terkait dengan keberadaan Sungai Musi, Kisah mistis itu adalah tentang adanya Naga Tapa Tembago dan Hantu Banyu atau Hantu Air yang hidup di Sungai Musi.
Naga Tapa Tembago dan Hantu Banyu ini dipercayai benar adanya oleh kebanyakan masyarakat Kota Palembang. Penampakan Naga Tapa Tembago terlihat bila akan ada musibah besar yang menimpa Kota Palembang, seperti kebakaran hebat yang terjadi pada tahun 1967 di Ilir.
Sedangkan Hantu Banyu setiap tahunnya sering muncul dan memakan korban, terutama warga para pendatang.
Benar atau tidaknya legenda dan kisah mistis itu, namun semua itu menjadi penambah daya pikat bagi para wisatawan, terutama bagi saya, untuk datang berkunjung dan menikmati berwisata di Sungai Musi.
Keindahan Kota Palembang denga keberadaan Sungai Musi ini membuat Dunia Barat menjulukinya sebagai "Venice of the East"[Venesia dari Timur].
Keindahan Kota Palembang denga keberadaan Sungai Musi ini membuat Dunia Barat menjulukinya sebagai "Venice of the East"[Venesia dari Timur].
Warung Legenda di malam hari, source gambar dari http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=55642353
Tahukah kalian, bahwa salah satu cara yang sangat menarik untuk menikmati keindahan panorama alam di sekitar Sungai Musi, adalah pada malam hari. Sebab di malam hari, Sungai Musi dan bangunan serta rumah makan sepanjang Sungai Musi, termasuk Jembatan Ampera, akan bermandikan cahaya lampu yang sangat indah.
Sambil menikmati kuliner khas Kota Palembang, seperti Pem-Pek, maka mata kita akan terpuaskan dengan sajian visual dari keindahan Sungai Musi di malam hari, apalagi bila menikmatinya berdua dengan pasangan kekasih hati, aduhai betapa romatisnya suasana saat itu.
BENTENG KUTO BESAK
Berkunjung Ke Kota Palembang, rasanya tak puas hati bila tidak menyempatkan diri berwisata sejarah ke Benteng Kuto Besak, sebuah bangunan benteng yang dinding batunya setinggi 10 meter, dan menjadi pusat dan saksi bisu akan kebesaran Kesultanan Palembang Darussalam pada abad ke 18 Masehi.
Di benteng inilah begitu banyak history mengenai Kota Palembang tersimpan, baik dalam bentuk saksi bisu ataukah dalam wujud arsip bersejarah yang bisa banyak bercerita tentang sejarah dan tokoh-tokoh yang berperan dalam perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.
Berkunjung ke Benteng Kuto Besak saya ibaratnya sedang memasuki lorong waktu, kembali mundur ke zaman Kota Palembang beberapa ratus tahun yang lampau. Adalah Sultan Mahmud Badaruddin I yang memprakarsai pembangunan Benteng Kuto Besak ini pada tahun 1780, untuk menggantikan Keraton Kuto Lamo Tua yang luasnya dianggap tidak memadai lagi.
Benteng Kuto Besak, source gambar dari http://hellopalembang.com/benteng-kuto-besak-benteng-buatan-wong-palembang/
Ternyata material untuk membangun benteng ini sungguh unik loh, betapa tidak, benteng ini dibangun dengan menggunakan batu kapur dari daerah pedalaman Sungai Ogan sebagai semen perekat batu dicampur dengan putih telur. Menurut catatat sejarah, proses pembangunan benteng ini berlangsung selama 17 tahun, yaitu dari tahun 1780 hingga tahun 1797, dan secara resmi mulai ditempati sebagai Pusat Pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam, pada tanggal 21 Februari 1797.
Lokasi Benteng Kuto Besak ini posisinya menghadap ke Sungai Musi, dan terletak di daerah terbuka yang sangat strategis serta memiliki pemandangan yang sangat indah. Tidak seperti bangunan keratin sebelumnya, yang letaknya di daerah pedalaman.
Desain arsitektur benteng ini yang memiliki panjang 288,75 meter, lebar 183,75 meter dan tinggi 9,99 meter serta ketebalan 1,99 meter, sangat kental dengan ciri khas Palembang, sungguh berbeda dengan benteng-benteng lain yang lebih bernuansa Eropa. Itu disebabkan karena Benteng Kuto Besak ini dirancang dan dibangun oleh bangsa sendiri yang asli wong Palembang.
Saat perang dengan tentara kerajaan Belanda pada tahun 1819, di Benteng Kuto Besak terdapat 129 pucuk meriam, lalu pada tahun 1821, tersisa 105 pucuk meriam. Pada tahun 1821, Benteng Kuto Besak dikuasai oleh Belanda, sementara Sultan Mahmud Badaruddin II diasingkan ke Maluku. Peristiwa bersejarah ini menandai berakhirnya masa Kesultanan Palembang Darussalam.
MASJID AGUNG SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II
Sebagai umat muslim tentunya saya kerap melakukan wisata religi bila berkunjung ke suatu daerah, demikian juga halnya yang kulakukan saat berada di Kota Palembang. Wisata religi-ku kali ini setelah berkeliling Kota Palembang adalah melakukan kunjungan ke salah satu masjid bersejarah yang ada di Kota Palembang, yaitu Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II.
Inilah salah satu bentuk konservasi bangunan kuno yang bisa dijadikan contoh bagi pemerintahan daerah di masa kini. Di mana peninggalan kuno perlambang kejayaan masa lalu tetap terpelihara dengan menjaga bentuk asli masjid, namun kebutuhan ummat masa kini juga diakomodir dengan menambah beberapa bangunan berdesain senada nan moderen, serta berhubungan langsung dengan bangunan masjid yang asli.
Masjid ini salah satu bangunan bersejarah yang tersisa dari penghancuran besar-besaran yang dilakukan oleh penjajah Belanda. Dengan usia bangunan Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II yang sudah lebih dari dua abad menjadikan masjid ini memiliki pesona tersendiri bagi para pengunjungnya. Suasana akan kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam di masa lalu seakan hadir dalam desain arsitekturnya. Keteduhan dan kedamaian mewarnai ruang utama masjid saat sedang sholat di dalam masjid ini.
Asal kalian tahu ya, meskipun masjid ini dirancang oleh arsitek asal Eropa, namun konsep dasarnya tetaplah memadukan desain arsitektur asal Nusantara, China dan Eropa.
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II, source gambar dari http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1636873
Bentuknya yang menyerupai bujursangkar dengan ukuran 30 meter kali 36 meter, dengan luas mencapai 1080 meter persegi, yang bisa menampung sekitar 1200 jamaah, menjadikan masjid ini sebagai masjid terbesar di nusantara saat itu. Saat ini, setelah renovasi yang dilakukan pada tahun 2003, masjid ini mampu menampung sebanyak 9000 jamaah.
Adapun lahan yang dijadikan areal kawasan masjid merupakan wakaf dari Sayyid Umar bin Muhammad Assegaf Althoha dan Sayyid Achmad bin Syech Shahab.
Pendiri masjid ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin Jayowikramo, dan peletakan batu pertama pembangunan masjid ini dilakukan pada tahun 1738. Masjid ini selesai dibangun serta diresmikan pada tanggal 28 Jumadil Awal tahun 1161H, yang bertepatan dengan tanggal 26 Mei tahun 1748, dan pada tahun 2009 ditetapkan sebagai Cagar Budaya
Obyek Vital Nasional Bidang Kebudayaan dan Pariwisata.
Dalam catatan sejarah, saya menemukan, bahwasanya masjid ini menjadi pusat kajian Islam sejak jaman Kesultanan Palembang Darussalam, dan telah melahirkan sejumlah ulama besar, seperti Syekh Abdus Shamad al-Palembani, Kemas Fachruddin dan Syihabuddin bin Abdullah.
Masjid ini juga menjadi saksi bisu sejarah perjuangan rakyat Palembang dalam pertempuran lima hari melawan tentara Belanda pada bulan Januari tahun 1947, saat itu pusat komando pejuang Republik dipusatkan di Masjid Agung ini. Batalyon Geni bersama berbagai tokoh masyarakat merapatkan barisan demi mempertahankan masjid ini dari kehancuran akibat serangan Belanda.
Akhirnya setelah lima hari bertempur tanpa kenal lelah, Pejuang Republik berhasil bertahan, sementara tentara Belanda menyatakan mundur. Perjanjian Cease Fire-pun disepakati oleh kedua belah pihak, dengan adanya perjanjian ini menandakan berakhirnya pendudukan Belanda di wilayah Kota Palembang.
Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II ini menjadi simbol perjuangan rakyat Palembang dalam mempertahankan hak untuk hidup dan menentukan nasib sendiri, serta hak memiliki kemerdekaan sebagai manusia seutuhnya. Seiring suara lantunan adzan yang membelah langit Bumi Sriwijaya, masjid ini tetap hadir berdiri dengan tegar dan kokohnya dalam melawan kenistaaan dan ketertindasan yang pernah hadir mengancam keberadaan umat muslim di Kota Palembang.
AIR TERJUN CURUP MAUNG
Destinasi wisata-ku selanjutnya adalah ke lokasi air terjun yang sempat menggegerkan dunia traveling dan menjadi trending topic di internet, yaitu Air Terjun Curup Maung. Bayangkan saja, air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 80-an meter, dengan lebar air terjun yang hampir seukuran dengan tingginya.
Air Terjun Curup Maung berlokasi di Desa Rinduhati, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat, berjarak sekira 220 kilometeran dari Kota Palembang. Panorama alam di sekitar air terjun terlihat masih sangat hijau natural, belum banyak terkontaminasi dengan arus modernisasi seperti yang dialami destinasi wisata alam lainnya.
Air terjun bertingkat yang berjatuhan bagaikan embun terbagi di antara celah dinding tebing terjal ini memiliki pesona keindahan yang tiada terkira, apalagi letaknya di tepian bebatuan dengan dedaunan yang lebat, menjadikan visualiasasi pemandangan yang ada semakin menakjubkan.
Keindahan Air Terjun Curup Maung, source gambar dari https://www.wisatania.com/air-terjun-curup-maung-perjalanan-panjang-melelahkan
Sambil menikmati kejernihan airnya nan segar, serta keindahan alam sekitar Air Terjun Curup Maung yang ditemukan warga pada awal tahun 2014 lalu, pengunjung bisa berenang atau hanya sekadar duduk santai sambil berfoto berselfie ria di atas bebatuan besar yang banyak terdapat di sekitar lokasi air terjun... asyik kan :-)
MENYAKSIKAN GERHANA MATAHARI TOTAL
Yang paling terakhir namun menjadi hal yang paling prioritas adalah menikmati dan menyaksikan fenomenal alam yang siklusnya hanya terjadi sekali dalam 100 tahun, yakni Gerhana Matahari Total, yang dianggap sebagai salah satu fenomenal alam paling mengesankan yang terjadi di permukaan Bumi.
Pada tanggal 9 Maret 2016 nanti, sebagian besar negara Pasifik, meliputi Indonesia, Malaysia dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara serta benua Australia dapat menyaksikan Gerhana Matahari Total, yaitu saat matahari secara keseluruhan akan ditutupi oleh bulan, hal ini menyebabkan dunia akan menjadi gelap beberapa saat, antara 1 sampai 4 menit
Indonesia adalah salah satu negara yang akan mengalami Gerhana Matahari Total pada tanggal 9 Maret 2016, ada 10 propinsi yang penduduknya akan menyaksikan Gerhana Matahari Total, salah satunya adalah Propinsi Sumatera Selatan pada umumnya, khususnya Kota Palembang adalah salah satu wilayah yang akan dilintasi oleh Gerhana Matahari Total tersebut.
Gerhana Matahari Total, source gambar dari http://news.detik.com/infografis/3116665/yang-terjadi-ketika-gerhana-matahari-total
Itulah sebabnya saya tak bakalan mengabaikan kejadian alam luarbiasa ini berlalu begitu saja bila berada di Kota Palembang, bisa melihat Gerhana Matahari Total, merupakan kenikmatan tersendiri dengan sensasi yang tak dapat saya lukiskan dengan kata-kata.
Tidak semua orang bisa beruntung menikmati Gerhana Matahari Total yang siklusnya berlangsung sekali dalam seratus tahun itu, namun ada juga yang memprediksikan sekitar 350 tahun lagi baru ada kejadian Gerhana Matahari Total.
Tentunya saya berharap semoga bisa menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung bisa menikmati dan menyaksikan Gerhana Matahari Total di Kota Palembang pada tanggal 6 Maret 2016 nanti. Sungguh mengasyikkan menyaksikan Gerhana Matahari Total dari Jembatan Ampera, sembari melihat perahu-perahu melintas sepanjang Sungai Musi.
Tentunya saya berharap semoga bisa menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung bisa menikmati dan menyaksikan Gerhana Matahari Total di Kota Palembang pada tanggal 6 Maret 2016 nanti. Sungguh mengasyikkan menyaksikan Gerhana Matahari Total dari Jembatan Ampera, sembari melihat perahu-perahu melintas sepanjang Sungai Musi.
Tulisan ini diikutkan sebagai peserta pada :
3 comments:
yang curug maung tuh belum pernah
Pelmbang lagi rame nih bentar lagi, pokoknya puas deh kalau jalan-jalan ke Palembang. Apalagi bisa nyaksiin gerhana dari atas jembatan ampera
Kalau aku pingin ke jembatan ampera sama curugnya pak.
Gud luck ya pak buat lombanya
Post a Comment